9 September 2019

SIAPKAH KITA MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0?

24 tahun lalu, 10 Agustus 1995, sebuah pesawat N-250, buatan anak bangsa terbang perdana di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, disaksikan oleh Presiden Republik Indonesia ketika itu Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto dan didampingi Wakil Presiden B. J. Habibie, pesawat berhasil terbang tinggi  di cakrawala selama 55 menit, peristiwa sejarah itu diperingati sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HAKTEKNAS). Pesawat N-250 adalah pesawat penumpang sipil (airlines) regional komuter turboprop rancangan asli IPTN (sekarang PT Dirgantara, PT DI, Indonesian Aerospace), menggunakan kode N yang berarti Nusantara, pesawat ini mampu menampung 50 hingga 70 penumpang serta memiliki daya jelajah 1.480 Km.
Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Teknologi  Nasional (HAKTEKNAS) ke 24 Kementerian Riset , Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengadakan pameran berbagai hasil riset dan inovasi di bidang teknologi, yang di beri nama RITECH EXPO. Pameran ini menyajikan berbagai produk inovasi unggulan dari perguruan tinggi, lembaga riset, industri, hingga para inovator yang keseluruhannya merupakan karya anak bangsa, pameran RITECH EXPO tahun ini diadakan di Lapangan Bajra Sandhi Renon, 25-28 Agustus 2019, dengan mengusung tema besar yaitu “IPTEK dan Inovasi dalam Industri Kreatif di Era Revolusi Industri 4.0.
Dengan dilaksanakanya pameran RITECH EXPO tahun ini diharapkan  mampu memperkenalkan hasil inovasi anak bangsa, disamping itu pula diadakan pembinaan, agar kasus penahanan seperti yang pernah dialami Teungku Munirwan tidak terulang lagi. Teungku Munirwan adalah seorang Keuchik atau Kepala Desa Meunasah Rayeuk Nisam, Kabupaten Aceh Utara. Ditahan karena menjual bibit unggul padi jenis IF8 yang belum disertifikasi. Munirwan berhasil mengembangkan padi jenis IF8 dan mendapat penghargaan nasional juara II inovasi desa yang diserahkan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sanjojo.
Dengan mengusung tema  IPTEK dan Inovasi dalam Industri Kreatif Era Revolusi Industri 4.0, siapkah kita mengahadapi Revolusi Industri 4.0? Sebenarnya apa itu Revolusi Industri 4.0? Secara singkat pengertian dari Revolusi Industri 4.0 adalah tren di dunia industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber.
Pada Revolusi Industri 4.0 teknologi manufaktur sudah masuk pada tren otomatisasi dan pertukaran data. Hal tersebut mencakup system cyber, awan dan komputasi kognitif. Tren ini telah mengubah banyak  bidang kehidupan manusia termasuk ekonomi, dunia kerja, bahkan gaya hidup manusia itu sendiri. Singkatnya Revolusi Industri 4.0 menanamkan teknologi cerdas yang dapat terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia.
Di era Revolusi Industri 4.0, teknologi internet yang semakin masif tidak hanya menghubungkan jutaan manusia di seluruh dunia. Tetapi juga telah menjadi basis bagi transaksi perdagangan dan transportasi secara online. Munculnya bisnis transportasi online seperti Gojek, Uber dan Grab maupun online shop seperti Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan sebagainya menunjukkan integrasi aktivitas manusia dengan teknologi informasi dan ekonomi menjadi semakin meningkat.
Disamping menyediakan peluang, Revolusi Industri 4.0 juga menyediakan tantangan bagi generasi milenial. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memicu pengangguran. Menurut Prof. Dwikorita Karnawati (2017) Revolusi Indstri 4.0 dalam lima tahun mendatang, akan menghapus 35 persen jenis pekerjaan dan bahkan pada 10 tahun mendatang jenis pekerjaan yang hilang bertambah menjadi 75 pesen. Hal ini disebakan pekerjaan yang diperankan oleh manusia setahap demi setahap digantikan dengan teknologi digitalisasi program. Menurut Survey Mckinsey, sebuah korporasi konsultan manajemen multinasional, di Indonesia sebanyak 52,6 juta lapangan pekerjaan berpotensi digantikan dengan system digital.
Siapkah kita menghadapi Revolusi Industri 4.0? sebagian warga negara Indonesia belum siap menghadapi Revolusi Industri 4.0. di Bali contohnya beberapa kali telah terjadi demo besar-besaran dari supir taksi konvensional, mereka menolak kehadiran taksi berbasis online seperti Gojek, Uber maupun Grab. Mereka merasa dirugikan dengan kehadiran taksi online, karena taksi online mengenakan tarif murah pada penumpang, bahkan dikatakan taksi online tidak memahami budaya Bali, misalnya membedakan tarif antara penumpang lokal dan asing. Siapkah kita menghadapi revolusi industri 4.0?.